Selasa, 16 Maret 2010

Tersenyum Pada Gempa

Abstrak


Wahyuningsih Lestari, S.Pd. 2006. Fiksi Novel SMP: Tersenyum Pada Gempa. Gempa yang terjadi pada tangal 27 Mei 2006 lalu telah menimbulkan banyak korban. Marga, siswa SMP Teladan, adalah salah satu korbannya. Rumahnya hancur berantakan. Ibu dan Reta, adiknya, tewas tertimpa tembok rumahnya yang runtuh. Sedangkan ayahnya mengalami patah tulang karena kakinya juga tertimpa reruntuhan bangunan.
Setelah gempa reda, Marga dan ayahnya yang patah tulang harus menghadapi isu tsunami yang membuat mereka panik. Untunglah. Tsunami tersebut hanyalah isu belaka. Kehidupan usai gempa memang sangat menyedihkan. Marga harus tinggal di tenda dan makan seadanya. Keadaan menjadi membaik ketika bantuan untuk hidup mulai berdatangan dari para relawan.
Ketika mulai bersekolah, Marga merasakan penderitaan yang amat berat. Ia harus belajar di tenda dengan segala panas yang menyengat. Lama-kelamaan Marga tidak kuat. Ia merasa putus asa. Ia merasa telah kehilangan segala-galanya. Rumah, ibu, adik, dan ayahnya, bahkan sekolahnya juga hancur. Marga menjadi depresi karenanya. Hampir seminggu ia tidak masuk sekolah. Kerjanya hanya melamun dan melamun meratapi nasib yang menimpanya.
Keadaan mulai sedikit cerah ketika datang seorang pemuda, Rio. Mahasiswa dari sebuah Fakultas Psikologi itu mampu membangkitkan semangat Marga agar tidak lagi putus asa. Melalui berbagai cara yang tidak pantang menyerah, akhirnya Rio berhasil. Marga akhirnya menyadari, bahwa menangis dan putus asa bukanlah pilihan yang tepat. Bangkit untuk mengubah nasib adalah pilihan terbaik.


NB: Persembahan khusus untuk keluarga besar SMP N 1 Bayat, yang 2006 lalu sempat porak-poranda karena guncangan hebat 5,9 skala richter. :)

4 komentar:

  1. Saya bukan praktisi atau ahli bahasa Indonesia , tetapi saya mencintainya . Menurut saya tidak relevan bila orang meninggal karena gempa disebut tewas . Lebih relevan cukup menyebut dengan meninggal saja . Gugur untuk mereka para pejuang kemerdekaan , keadilan , kebenaran dan lain-lain . Sementara tewas hanya sesuai untuk para perampok , penjahat dan para pelaku aktifitas negatif lainnya . Saya ungkap ini karena semakin banyak pengguna bahasa Indonesia yang mengabaikan , termasuk pembaca berita di televisi . Terima kasih .

    BalasHapus
  2. Terima kasih atas masukannya. Saya memilih diksi "tewas" karena setelah melihat KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), kata tersebut bisa dipakai untuk menyebutkan "meninggal" karena suatu kecelakaan dan bencana.
    Tapi, untuk lebih pastinya, saya akan mencoba mencari jawaban lagi.
    Sekali lagi, terima kasih atas masukan & kunjungan Anda. Kalau boleh tau, Anda siapa? Terima kasih....

    BalasHapus
  3. okeyy mah selamat berkarya via blog ini smoga tahun ini ada lomba menulis novel dan ................ menang mestinya

    BalasHapus